« »
« »
« »
.

Senin, 13 Mei 2013

PEMURNIAN ENZIM KITINASE



Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan. Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan denaturasi,  2) kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian enzim umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: fraksinasi dengan garam atau pelarut organik, sentrifugasi, dialisis, dan pemisahan dengan kromatografi kolom (Scopes, 1987). Adapun langkah-langkah pemurnian enzim sebagai berikut:

1.     Pengendapan dengan Amonium Sulfat
Pengendapan dengan garam anorganik atau pelarut organik ber-tujuan untuh meningkatkan konsentrasi enzim dan merupakan langkah awal proses pemurnian enzim. Garam anorganik yang efektif digunakan dalam fraksinasi adalah berupa kation monovalent seperti (NH2)2SO4. Amonium sulfat merupakan garam yang umumnya digunakan karena mempunyai keuntungan: memiliki daya larut yang tinggi dalam air, tidak mengandung zat yang bersifat toksik, protein stabil di dalam larutan amonium sulfat 2-4 M, protein terlindungi dari denaturasi, dan membatasi pertumbuhan bakteri serta relatif tidak mahal (Scopes, 1987).
Prinsip pengendapan dengan amonium sulfat berdasarkan pada kelarutan protein yang merupakan interaksi antara gugus polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Berdasarkan fenomena ini, proses     kelarutan protein terbagi dua yaitu: proses salting in dan salting out. Kelarutan protein pada pH dan suhu tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam meningkat sampai pada konsentrasi tertentu (salting in). Selanjutnya pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu, kelarutan protein akan menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak sehingga terjadi penarikan air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa pengendapan ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, berdegradasi, dan mengendap (Harris, 1989; Scopes, 1987) seperti terlihat pada (Gambar 6). Filtrat  enzim yang telah dijenuhi dengan amonium sulfat dibiarkan satu malam  pada suhu 4oC agar protein terdegradasi dan mengendap sempurna, endapan yang diperoleh adalah protein (Scrimgeour, 1977).
 Gambar 6. Proses pengendapan protein (Koelman dan Roehm, 2005)
2.     Dialisis
Pemurnian enzim tidak menghendaki adanya kelebihan garam, oleh karena itu garam yang tersisa dari proses pengendapan dipisahkan dengan cara dialisis. Dialisis merupakan metode yang paling dikenal untuk menghilangkan molekul pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain yang berukuran kecil (Gambar 7).

  

Gambar 7.  Proses pemisahan protein dengan dialisis (koelman dan Roehm, 2005)

Proses dialisis ini dapat terjadi karena konsentrasi garam lebih tinggi di dalam membran dialisis daripada di luar membran, sehingga menyebabkan larutan penyangga atau air masuk ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses dialisis. Selanjutnya garam akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi keseimbangan. Tetapi setelah proses dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas enzim yang kemungkinan disebabkan oleh hilangnya ion penting yang dapat berfungsi mengaktifkan enzim atau disebut sebagai kofaktor (Plummer, 1979).
3.     Kromatografi kolom
Pemisahan enzim dari protein lain dapat dilakukan secara kroma-tografi kolom dengan prinsip kerja pemisahan protein berdasarkan sifat fisik dan kimiawi. Berdasarkan mekanisme kerja tersebut, Stanburry dan Whitaker (1984) membagi teknik kromatografi kolom dalam beberapa kelompok, yaitu: kromatografi penukar ion, interaksi hidrofobik dan kroma-tografi filtrasi gel seperti uraian berikut.
a.      Kromatografi penukar ion
Kromatografi penukar ion merupakan metode pemisahan berdasar-kan muatan molekul di bawah kondisi pH dan kekuatan ion tertentu.  interaksi elektrostatik dari berbagai jenis ligan bermuatan pada matriks dengan gugus yang dapat berionisasi pada protein akan menimbulkan mekanisme pemisahan. Penukar anion yang bermuatan positif dipilih untuk mengikat molekul asam, sedangkan penukar kation yang bermuatan negatif memberikan mekanisme pemisahan untuk molekul bersifat basa. Karena enzim memiliki aktivitas, maka sebelum dilakukan pemisahan dengan metode tersebut terlebih dahulu diketahui pH optimum enzim, sehingga aktivitas enzim tetap dapat dipertahankan (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Protein memiliki muatan positif dan negatif terutama disebabkan  oleh rantai samping dari asam amino penyusunnya. Muatan positif di-sumbangkan oleh asam amino histidin, lisin, arginin dan gugus amino dari  N-terminal, sedangkan muatan negatif disumbangkan oleh aspartat,   glutamat dan gugus karboksil pada C-terminal. Muatan bersih protein bergantung pada jumlah relatif gugus bermuatan positif dan negatif yang bervariasi berdasarkan pH lingkungan. Tingkat keasaman protein atau  enzim dengan jumlah muatan positif dan negatif sama dikenal sebagai “pH isoelektrik atau titik isoelektrik (pl)”. Pada umumnya protein memiliki   nilai pH sekitar 5,0-9,0. Protein yang memiliki pH di atas nilai pl akan bermuatan negatif, sedangkan pH di bawah nilai pl akan bermuatan positif (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
 

Gambar 8. Prinsip kerja kromatografi penukar ion (Anonim, 2005)
Prinsip kromatografi penukar ion adalah penggunaan matriks penukar ion yang mengikat secara kovalen gugus fungsi bermuatan negatif pada penukar kation, atau gugus fungsi yang bermuatan positif pada penukar anion seperti terlihat pada gambar 8. Matriks berupa polimer elastis dan mengandung senyawa resin sintetik yang terbuat dari bahan dekstran: selulosa atau sefadeks. Matriks penukar kation yaitu karboksimetil selulosa (CMC), dan matriks penukar kation yaitu dietil aminoetil (DEAE)-selulosa dan DEAE-sefadeks (Standburry dan Whitaker, 1984; Scopes, 1987).

b.      Kromatografi Interaksi Hidrofobik
Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan hidrofobisitas pada permukaan protein. Hal ini bergantung pada interaksi hidrofobik antara permukaan protein dengan gugus hidrofobik yang terikat secara kovalen pada matriks (Standburry dan Whitaker, 1984). Pada kondisi kekuatan ion yang tinggi, protein atau enzim akan terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik, hal seperti ini dapat terlihat pada gambar 9. Matriks yang umum digunakan bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa yakni fenil sefarosa atau butil sefarosa (Roe, 1989; Suhartono, 1989).




Gambar 9.  Prinsip kerja Kromatografi interaksi hidrofobik (Koelman dan Roehm, 2005)

Suatu campuran protein dimasukkan ke dalam kolom interaksi hidrofobik dalam kondisi ionik yang tinggi. Pada kekuatan ion yang tinggi protein terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik. Semakin hidrofobik suatu protein, maka semakin kuat ikatannya. Protein yang terikat pada matriks dapat terlepas jika dielusi dengan eluen yang kekuatan ionnya semakin menurun yaitu dengan konsentrasi garam dari tinggi ke yang lebih rendah (Roe, 1989).
c.      Kromatografi Filtrasi Gel
Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein dan makro molekul biologi lain berdasarkan ukuran molekul, jadi bekerja sebagai suatu penyaring molekul seperti terlihat pada gambar 10. Proses pemisahan ini menggunakan gel yaitu dekstran (polimer gula yang larut dalam air) dan mengalami reaksi ikatan silang (cross linkage) sehingga dekstran menjadi tidak larut dalam air, tetapi masih dapat menyerap molekul air dalam molekulnya (Scopes, 1987).
Daya serap matriks bergantung pada jumlah ikatan silang yang terjadi di dalamnya. Matriks atau gel dekstran disebut juga sebagai sefadeks, misalnya sefadeks G-50. Huruf dan nomor menunjukkan bahwa safadeks tersebut dapat dikembangkan (Swelling) dengan air atau larutan penyangga dengan besar pengembangnya 50 kali (Scopes, 1987). Gel atau matriks ini berpori yang dikemas di dalam kolom dan dielusi dengan fase cair mobil. Molekul yang lebih kecil akan masuk ke dalam pori matriks dan bergerak lebih lambat, sedangkan molekul yang lebih besar akan bergerak lebih cepat karena tidak tertahan di dalam pori matriks. Dengan demikian kromatogram molekul-molekul yang lebih besar akan muncul sebagai komponen awal seperti terlihat pada gambar 10.



Gambar 10. Prinsip kerja kromatografi filtrasi gel (Anonim, 2005)

 



2 komentar:

  1. trimakasih,,materinya cukup membantu dalam mengerjakan laporan biokim

    BalasHapus
  2. cukup membantu tapi daftar pustaka blm dicantumkan :)
    tks

    BalasHapus