Pemurnian enzim bertujuan untuk
memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan.
Menurut Harris dan Angal (1989), ada
tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu
tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan
denaturasi, 2) kuantitas, perlu
diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila
diterapkan dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian enzim umumnya dilakukan
dalam beberapa tahapan yaitu: fraksinasi dengan garam atau pelarut organik,
sentrifugasi, dialisis, dan pemisahan
dengan kromatografi kolom (Scopes, 1987). Adapun langkah-langkah pemurnian
enzim sebagai berikut:
1. Pengendapan dengan Amonium Sulfat
Pengendapan dengan garam anorganik
atau pelarut organik ber-tujuan untuh meningkatkan konsentrasi enzim dan
merupakan langkah awal proses
pemurnian enzim. Garam anorganik yang efektif digunakan dalam fraksinasi adalah
berupa kation monovalent seperti (NH2)2SO4.
Amonium sulfat merupakan garam yang umumnya digunakan karena mempunyai
keuntungan: memiliki daya larut yang tinggi dalam air, tidak mengandung zat
yang bersifat toksik, protein stabil di dalam larutan amonium sulfat 2-4 M,
protein terlindungi dari denaturasi, dan membatasi pertumbuhan bakteri serta
relatif tidak mahal (Scopes, 1987).
Prinsip pengendapan dengan amonium
sulfat berdasarkan pada kelarutan protein yang merupakan interaksi antara gugus
polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam dan daya tolak
menolak protein yang bermuatan sama. Berdasarkan fenomena ini, proses kelarutan protein terbagi dua yaitu:
proses salting in dan salting out. Kelarutan protein pada pH
dan suhu tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam meningkat sampai pada
konsentrasi tertentu (salting in). Selanjutnya pada penambahan garam
dengan konsentrasi tertentu, kelarutan protein akan menurun (salting out). Molekul air yang berikatan
dengan ion-ion garam semakin banyak sehingga terjadi penarikan air yang mengelilingi permukaan protein.
Peristiwa pengendapan ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, berdegradasi, dan mengendap
(Harris, 1989; Scopes, 1987) seperti terlihat pada (Gambar 6). Filtrat enzim yang telah dijenuhi dengan amonium
sulfat dibiarkan satu malam pada suhu 4oC
agar protein terdegradasi dan mengendap sempurna, endapan yang diperoleh adalah
protein (Scrimgeour, 1977).
Gambar 6. Proses pengendapan protein
(Koelman dan Roehm, 2005)
2. Dialisis
Pemurnian enzim tidak menghendaki
adanya kelebihan garam, oleh karena
itu garam yang tersisa dari proses pengendapan dipisahkan dengan cara dialisis.
Dialisis merupakan metode yang paling dikenal untuk menghilangkan molekul pengganggu,
seperti garam atau ion-ion lain yang
berukuran kecil (Gambar 7).
Gambar
7. Proses pemisahan protein dengan
dialisis (koelman dan Roehm, 2005)
Proses dialisis ini dapat terjadi
karena konsentrasi garam lebih tinggi di dalam membran dialisis
daripada di luar membran, sehingga menyebabkan larutan penyangga atau air masuk
ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses dialisis. Selanjutnya garam
akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi keseimbangan. Tetapi
setelah proses dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas enzim yang
kemungkinan disebabkan oleh hilangnya ion penting yang dapat berfungsi
mengaktifkan enzim atau disebut sebagai kofaktor (Plummer, 1979).
3. Kromatografi kolom
Pemisahan enzim dari protein lain
dapat dilakukan secara kroma-tografi kolom dengan prinsip kerja pemisahan
protein berdasarkan sifat fisik dan
kimiawi. Berdasarkan mekanisme kerja tersebut, Stanburry dan Whitaker (1984)
membagi teknik kromatografi kolom dalam beberapa kelompok, yaitu: kromatografi
penukar ion, interaksi hidrofobik dan kroma-tografi filtrasi gel seperti uraian
berikut.
a. Kromatografi penukar ion
Kromatografi penukar ion merupakan
metode pemisahan berdasar-kan muatan molekul di bawah kondisi pH dan kekuatan
ion tertentu. interaksi elektrostatik
dari berbagai jenis ligan bermuatan pada matriks dengan gugus yang dapat
berionisasi pada protein akan menimbulkan mekanisme pemisahan. Penukar anion
yang bermuatan positif dipilih untuk
mengikat molekul asam, sedangkan penukar kation yang bermuatan negatif
memberikan mekanisme pemisahan untuk molekul bersifat basa. Karena enzim
memiliki aktivitas, maka sebelum dilakukan pemisahan dengan metode tersebut
terlebih dahulu diketahui pH optimum enzim, sehingga aktivitas enzim tetap
dapat dipertahankan (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Protein
memiliki muatan positif dan negatif terutama disebabkan oleh rantai samping dari asam amino
penyusunnya. Muatan positif di-sumbangkan oleh asam amino histidin, lisin,
arginin dan gugus amino dari N-terminal,
sedangkan muatan negatif disumbangkan oleh aspartat, glutamat dan gugus karboksil pada
C-terminal. Muatan bersih protein bergantung pada jumlah relatif gugus bermuatan
positif dan negatif yang bervariasi berdasarkan pH lingkungan. Tingkat keasaman
protein atau enzim dengan jumlah muatan
positif dan negatif sama dikenal sebagai “pH isoelektrik atau titik isoelektrik (pl)”. Pada umumnya protein
memiliki nilai pH sekitar 5,0-9,0.
Protein yang memiliki pH di atas nilai pl akan bermuatan negatif, sedangkan pH
di bawah nilai pl akan bermuatan positif (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe,
1989).
Gambar 8. Prinsip kerja kromatografi
penukar ion (Anonim, 2005)
Prinsip kromatografi penukar ion
adalah penggunaan matriks penukar ion yang mengikat secara kovalen gugus fungsi
bermuatan negatif pada penukar
kation, atau gugus fungsi yang bermuatan positif pada penukar anion seperti terlihat pada
gambar 8. Matriks berupa polimer elastis dan mengandung senyawa
resin sintetik yang terbuat dari bahan dekstran: selulosa atau sefadeks.
Matriks penukar kation yaitu karboksimetil selulosa (CMC), dan matriks penukar
kation yaitu dietil aminoetil (DEAE)-selulosa dan DEAE-sefadeks (Standburry dan
Whitaker, 1984; Scopes, 1987).
b. Kromatografi Interaksi Hidrofobik
Kromatografi interaksi hidrofobik
merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan hidrofobisitas pada permukaan
protein. Hal ini bergantung pada interaksi hidrofobik antara permukaan protein
dengan gugus hidrofobik yang terikat secara kovalen pada matriks (Standburry
dan Whitaker, 1984). Pada kondisi kekuatan ion yang tinggi, protein atau enzim akan terikat kuat pada matriks
melalui interaksi hidrofobik, hal
seperti ini dapat terlihat pada gambar 9. Matriks yang umum digunakan
bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa yakni fenil sefarosa atau butil
sefarosa (Roe, 1989; Suhartono, 1989).
Gambar
9. Prinsip kerja Kromatografi interaksi
hidrofobik (Koelman dan Roehm, 2005)
Suatu campuran protein dimasukkan ke
dalam kolom interaksi hidrofobik dalam kondisi ionik yang tinggi. Pada kekuatan
ion yang tinggi protein terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik.
Semakin hidrofobik suatu protein, maka semakin kuat ikatannya. Protein
yang terikat pada matriks dapat
terlepas jika dielusi dengan eluen yang
kekuatan ionnya semakin menurun yaitu dengan konsentrasi garam dari
tinggi ke yang lebih rendah (Roe, 1989).
c. Kromatografi Filtrasi Gel
Kromatografi filtrasi gel merupakan
teknik pemisahan protein dan makro molekul biologi lain berdasarkan ukuran
molekul, jadi bekerja sebagai suatu
penyaring molekul seperti terlihat pada gambar 10. Proses pemisahan ini
menggunakan gel yaitu dekstran (polimer gula yang larut dalam air) dan
mengalami reaksi ikatan silang (cross
linkage) sehingga dekstran menjadi tidak larut dalam air, tetapi masih
dapat menyerap molekul air dalam molekulnya
(Scopes, 1987).
Daya serap matriks bergantung pada
jumlah ikatan silang yang terjadi di dalamnya. Matriks atau gel dekstran
disebut juga sebagai sefadeks, misalnya
sefadeks G-50. Huruf dan nomor menunjukkan bahwa safadeks tersebut dapat
dikembangkan (Swelling) dengan air
atau larutan penyangga dengan besar pengembangnya 50 kali (Scopes, 1987). Gel atau matriks ini berpori yang dikemas di
dalam kolom dan dielusi dengan fase cair mobil. Molekul yang lebih kecil akan
masuk ke dalam pori matriks dan
bergerak lebih lambat, sedangkan molekul yang lebih besar akan bergerak lebih
cepat karena tidak tertahan di dalam pori matriks. Dengan demikian kromatogram
molekul-molekul yang lebih besar akan muncul sebagai komponen awal seperti
terlihat pada gambar 10.
Gambar 10. Prinsip kerja kromatografi
filtrasi gel (Anonim, 2005)
trimakasih,,materinya cukup membantu dalam mengerjakan laporan biokim
BalasHapuscukup membantu tapi daftar pustaka blm dicantumkan :)
BalasHapustks